Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dari Laboratorium Desain dan Manufaktur (LDM) bidang pengembangan material komposit dan design produk yang terdiri dari Akram ST MT, Lulusi ST MSc, dan Dr Heru Pahlevi SE MSc, tangg
Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Universitas Syiah Kuala Banda Aceh dari Laboratorium Desain dan Manufaktur (LDM) bidang pengembangan material komposit dan design produk yang terdiri dari Akram ST MT, Lulusi ST MSc, dan Dr Heru Pahlevi SE MSc, berhasil membuat dan mengembangkan unit terbaru sampan tradisional masyarakat Aceh yang dikenal dengan sebutan ‘Jalo Bruek’.
Sampan mini itu menggunakan bahan baku nonkayu yaitu material komposit sintetik. Material jenis ini berasal dari bahan fiberglass yaitu material hasil penggabungan antara perekat yang dikenal sebutan ilmiahnya matrik dan di masyarakat dikenal dengan nama resin. Resin ini terdiri dari berbagai macam jenisnya. untuk kegiatan ini, tim Unsyiah menggunakan jenis resin polyester yukalac 157.
Resin ini banyak digunakan oleh industri pembuatan kapal laut dan bak ikan serta tong penyimpanan ikan. Selain memiliki kekuatan dan daya tahan yang baik, resin ini sangat mudah digunakan untuk membuat berbagai produk.
Adapun serat yang digunakan pada pembuatan unit produk ini adalah serat E-glass jenis Chopped Strand Mat (CSM) dan Woven Roving Mat (WRM). Serat ini merupakan penguat dari struktur dinding maupun rangka dari sampan yang digunakan. Fungsinya rangkap, yaitu dapat berfungsi sebagai pengisi, juga bisa berfungsi sebagai penguat.
Ide pembuatan sampan berbahan komposit ini timbul dari data yang didapatkan di lapangan yaitu di kawasan tambak dan pesisir laut Provinsi Aceh. Dari data disebutkan, hanya tersedia 5 % sampan tradisional berbahan kayu setelah terjadinya musibah besar tsunami pada tahun 2004. Isu ketersediaan kayu yang semakin minim dan berlakunya peraturan pemerintah terkait ilegal logging menjadikan ketersediaan kayu semakin langka dan kayu yang ada untuk pembuatan sampan sangat buruk kualitasnya. Sehingga cenderung cepat sekali rusak setelah penggunaan lebih dari satu tahun.
Keunggulan Jalo Bruek berbahan komposit produk Unsyiah ini adalah sangat mudah dibuat, dan mudah dalam perawatan. Gampang memperbaikinya apabila mengalami kerusakan, dan biaya operasionalnya yang rendah.
Jalo Bruek ini telah dihibahkan untuk mitra nelayan yang berada di Desa Alue Naga, Kecamatan Baitussalam, Aceh Besar. Mitra ini menjadi prioritas karena sangat aktif dalam melakukan budidaya udang dan ikan bandeng.
Ketua tim pengembangan Jalo Bruek Unsyiah, Akram ST MT berharap, produk ini dapat menjadi awal penggunaan sampan berbahan komposit di masa datang, dalam rangka membantu aktifitas nelayan setempat, sehingga dapat memberi income tambahan.
“Tim pengabdian Unsyiah berjanji akan terus memantau perkembangan produk ini terutama terhadap unjuk kinerja dan daya tahan Jalo Bruek tersebut setelah penggunaan dalam jangka waktu tertentu,” katanya.
Ditambahkan, terlaksananya kegiatan ini merupakan perwujudan kinerja dari program Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM), Universitas Syiah Kuala dalam bidang maritim.
0 Komentar